Selasa, 29 Oktober 2019

Keperawatan Paliatif Belum Juga Diterapkan?


Pelayanan paliatif didefinisikan oleh WHO adalah ‘Seluruh kegiatan aktif yang dilakukan pada penyakit dimana pengobatan sudah tidak lagi berguna. Tindakan aktif yang dimaksud antara lain mengontrol rasa sakit serta keluhan lainnya, serta perbaikan penatalaksanaan pada aspek psikologis, sosial dan spiritual. Tujuan dari perawatan paliatif menurut WHO adalah pencapaian kualitas hidup yang maksimal  pada pasien dan keluarganya.


Perawatan PaliatifMenurut  Potter  &  Perry  (2009),  perawatan      paliatif            merupakan      intervensi    untuk    orang-orang    yang    menghadapi   penyakit      kronis      yang   mengancam  jiwa  atau  yang  berada  di  akhir    kehidupan.    Fokus    perawatan    paliatif      meliputi      Kontrol      gejala,      Perawatan holistik, Perawatan keluarga, dan   Komunikasi   (Hospice   America,   2009) Tujuan   utama   dari   perawatan   paliatif  adalah  untuk  membantu  klien  dan  keluarga  mencapai  kualitas  hidup  terbaik     (Potter     &     Perry,     2009).     Perawatan   paliatif   tidak   menekankan   pada pembuhan melainkan memberikan bantuan    terhadap    penderitaan    yang    dialami  dengan  mengelola  gejala  yang  muncul    dan  memaksimalkan  kualitas  hidup (Black & Hawks, 2005).
Prevalensi penyakit kanker Indonesia cenderung terus meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Diperkirakan di tahun 2025 jumlah pasien kanker lebih banyak 50% daripada tahun sebelumnya. Tapi tidak sedikit hingga saat ini masyarakat yang baru terdeteksi kanker saat sudah memasuki stadium 4 atau masa terminal yang mana tinggal menghitung mundur waktu kematian. Meski demikian, upaya pengobatan harus dilakukan agar pasian dapat mencapai kesembuhan.
Pada jurnal yang saya baca berjudul HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG PERAWATAN PALIATIF DENGAN SIKAP TERHADAP PENATALAKSANAAN PASIEN DALAM PERAWATAN PALIATIF  DI RS DR. MOEWARDI SURAKARTA menuliskan bahwa jumlah  penderita  kanker  di  Rumah  Sakit  Dr.  Moewardi  Surakarta  mengalami  peningkatan   setiap   tahunnya   namun   belum   tersedia   instalansi   khusus   untuk   perawatan paliatif. Keperawatan paliatif tentunya tidak hanya berfokus pada kondisi fisik saja tapi juga psikologis, social dan spiritual. Dalam hal ini perawat harus bekerja ekstra, lebih memahami keadaan pasien dan keluarga dengan resiko kehilangan. Dari hasil penelitian tersebut dari 93 perawat yang menjadi responden 469.5% responden memiliki pengetahuan yang cukup, 29.0% responden berpengetahuan baik, dan 21.5 % responden memiliki pengetahuan yang kurang baik. Dan hasilnya masih ada 34.4% responden yang memiliki sikap buruk terhadap perawatan paliatif karena kurangnya pengetahuan.
Hasil   penelitian   menunjukkan   responden     yang     memiliki     tingkat     pengetahuan   baik   tentang   perawatan   paliatif   sebanyak   27   responden   atau   29.0  %  dan  masih  banyak  ditemukan  responden     yang     memiliki     tingkat     pengetahuan  kurang  yaitu  sebanyak  20  responden. Innocent                             (2011)  menyatakan  bahwa  sehubungan  dengan   pemberian   perawatan   pasien,   pengetahuan           perawat           dapat           memberikan  kekuatan  yang  lebih  besar  untuk      mengambil      tindakan      dan      kurangnya       pengetahuan       perawat       menyebabkan    perawat        tidak    bisa    memberikan perawatan yang aman atau efektif. Adanya         variasi         tingkat         pengetahuan  disebabkan  karena  adanya  faktor-faktor      yang      mempengaruhi      tingkat  pengetahuan  yaitu  pengalaman,  tingkat pendidikan, keyakinan, fasilitas, penghasilan      dan      sosial      budaya      (notoatmodjo,         2003).         Tingkat         pengetahuan  perawat  dipengaruhi  oleh  latar belakang perawat (Zhi, 2009). Presentase      responden      yang      memiliki  tingkat  pengetahuan  kurang  adalah    21.5    %    atau    sebanyak    20    responden,     hal     ini     kemungkinan     disebabkan    karena    menurut    Diklat    Rumah   Sakit   Dr.   Moewardi,   pihak   Rumah        Sakit        belum        banyak        mengadakan   pelatihan   atau   seminar   yang   berhubungan   dengan   perawatan   paliatif  di  yang  seharusnya  diadakan  untuk  meningkatkan  pengetahuan  dan  ketrampilan     perawat,     sebagaimana     diungkapkan       Adriaansen       (2005)       menyimpulkan        bahwa        pelatihan        perawatan        paliatif        memberikan        kontribusi      yang      signifikan      pada      pengetahuan   dan   wawasan   perawat disisi  lain  Choi,  Jung  and  Kim  (2011)  juga    menemukan    bahwa    rangkaian    pendidikan  dan  pelatihan  tentang  akhir  kehidupan (End  of  Life)  efektif  untuk  meningkatkan    pengetahuan    perawat    mengenai     hospis     dan     perawatan     paliatif.  Sebanyak 27 (29 %)  responden mempunyai  tingkat  pengetahuan  baik,  hal ini kemungkinan disebabkan karena tingkat  pengetahuan  juga  dipengaruhi  oleh     pengalaman.     Henry     (2010)     menemukan   bahwa   terdapat   korelasi   positif    antara    tingkat    pengetahuan    perawat  dengan  pengalaman.  Perawat  yang  sudah  lama  bekerja  mempunyai  banyak     pengalaman     bekerja          di     berbagai     macam     ruangan     melalui     program  rotasi  kerja.  Simamora  (2012)  menyatakan      bahwa      rotasi      kerja      mempunyai       manfaat       memperluas       pengalaman  dan  kemampuan,  dengan  pengalaman            tersebut            akan            meningkatkan        kemampuan        baik        pengetahuan (knowledge)      maupun      ketrampilan    (skill).    Semakin    lama    perawat  bekerja  semakin  banyak  kasus  yang   ditanganinya   sehingga   semakin   meningkat  pengalamannya,  sebaliknya  semakin  singkat  orang  bekerja  maka  semakin        sedikit        kasus        yang        ditanganinya.  Pengalaman  bekerja  juga  banyak    memberikan    keahlian    dan    ketrampilan    kerja    (Sastrohadiwiryo,    2002).
Jurnal penelitian tersebut menunjukan belum banyaknya penerapan konsep palliative care di Indonesia. Salah satunya adalah pandangan perawat terhadap kematian pasien. Masih banyak rumah sakit yang belum memahami bahwa pasien memerlukan perawatan paliatif terutama untuk pasien dengan stadium  terminal. Seperti yang diutarakan oleh Direktur RSUD Dr. Syamsudin Sukabumi sekaligus Ketua Asosiasi Rumah Sakit Daerah Seluruh Indonesia (Arsada) Provinsi Jawa Barat, dr. H. Suherman, MKM “Jadi persoalan kematian masih menjadi soal yang rumit di Indonesia. Rumit dalam arti kata bagaimana rumah sakit menempatkan diri pada orang yang mengalami stadium terminal. Saat orang memasuki terminal state, malah dimasukan ke ICU atau ICCU. Pada saat stadium terminal, kita harusnya menghadapkan mereka pada husnul khotimah,”
Tantangan lain yang dihadapi adalah perlunya dilakukan transformasi dari provider centered menjadi patient centered.  Suherman mengatakan bahwa saat ini belum banyak yang memahami konsep patient centered. “Akibatnya sering terjadi gejolak khusunya bagian yang berkaitan dengan perawat. Seakan-akan perawat sebagai bagian dari perpanjangan dokter. Padahal perawat adalah model mandiri dalam pelaksanaan keperawatan. Dia bersama dengan dokter untuk memecahkan masalah secara sinergi,” ujarnya.
“Di lain pihak elderly people sudah membutuhkan suatu perhatian yang luar biasa dari para pengambil keputusan. Jumlah orang tua semakin bertambah dan kita tidak punya kesiapan untuk memberikan yang terbaik untuk mereka,” ujar Dr. Suherman.
Pembicara lain, Dr. Agus mengatakan bahwa tujuan perawatan paliatif adalah untuk meningkatkan kualitas hidup yang seoptimal mungkin bagi penderita dan keluarganya. Pengobatan yang dilakukan adalah dengan treat the patient bukan treat the disease. Pola dasar pemikiran perawatan paliatif adalah meningkatkan kualitas hidup dan menganggap bahwa kematian adalah proses yang normal, serta tidak mempercepat atau menunda kematian. Selain itu, dalam perawatan paliatif juga diperhatikan bagaimana menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual pasien, serta berusaha agara pasien tetap aktif hingga akhir hayatnya.

Perawatan paliatif di Indonesia sendiri sudah dimulai sejak dibukanya poliklinik Perawatan Paliatif & Bebas Nyeri RSUD Dr. Soetomo pada 19 Februari 1992. Pada kesempatan tersebut, Dr. Agus juga berbagi pengalamannya terkait penerapan perawatan paliatif yang dilaksanakan di RSUD Dr. Soetomo.*

Menurut Organisasi Asuhan Paliatif Anak Internasional (ICPCN), hampir 700 ribu anak Indonesia hidup dengan penyakit serius seperti kanker, HIV AIDS, dan meningitis. Karenanya, mereka membutuhkan asuhan palitif.
Rachel House salah satu lembaga nirlaba yang menyediakan asuhan paliatif anak khususnya di Indonesia. Lembaga ini adalah sebuah spesialisasi medis yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien, dengan mengurangi nyeri, gejala, dan penderitaan lain yang mereka rasakan, baik dari segi fisik, emosional, sosial, maupun spiritual. Rachel House digerakkan oleh sebuah tim perawat, yang melakukan kunjungan ke rumah pasien-pasien untuk memastikan bahwa mereka dapat hidup nyaman di rumah, tanpa kesakitan.
Suster Ria adalah satu dari lima perawat asuhan paliatif di Rachel House yang mendedikasikan waktunya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia.

Lulus dari Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia pada tahun 2015, Suster Ria pernah bergabung dengan Pencerah Nusantara dan mengabdi selama satu tahun di sebuah puskesmas daerah terpencil di Kalimantan Tengah sebagai bagian dari tim Pencerah Nusantara.

Lewat Rachel House, suster Ria belajar bagaimana ia bisa menghilangkan rasa nyeri yang pasien derita, serta meringankan beban batin dan stigma sosial yang pasien dan keluarga hadapi. Ria berharap asuhan paliatif di Indonesia dapat berkembang seperti di negara-negara lain, di mana terdapat tim-tim asuhan paliatif di fasilitas kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas, yang terdiri dari berbagai profesi kesehatan seperti dokter, perawat, pekerja sosial, psikolog, dan rohaniawan. “Dengan demikian, kita tidak lagi berjalan sendiri, tapi bersama dengan tenaga kesehatan lainnya untuk membantu meringankan penderitaan pasien,” ujar Ria. Semakin banyaknya orang yang berkecimpung dalam asuhan paliatif, maka ia mengharapkan akan semakin banyak anak yang bisa mendapat perawatan yang mereka butuhkan, di rumah atau rumah sakit, dan tidak ada lagi yang hidup atau meninggal dalam kesakitan.
Yayasan Rumah Rachel (YRR) adalah lembaga nirlaba yang menyelenggarakan asuhan paliatif rawat rumah tidak berbayar bagi anak-anak dengan Kanker dan HIV, terutama dari latar keluarga kurang mampu. Visi kami adalah tidak ada lagi anak dalam nyeri atau kesakitan. Misi kami adalah memastikan asuhan paliatif tersedia bagi anak Indonesia sehingga mereka dapat menjalani hidup bahagia dan bermartabat dalam lingkungan penuh kasih sayang.
Sebagai lembaga perintis asuhan paliatif anak di Indonesia, Yayasan Rumah Rachel berkomitmen untuk terus membina kapasitas tim melalui proses belajar berkelanjutan melibatkan para penggiat dan guru paliatif dari Indonesia, Singapura, Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan dan India.
Lokasi:
Kantor Slipi (Jakarta Barat) dan/atau Kantor Cilincing (Jakarta Utara).
Tanggung Jawab:
    Menyelenggarakan asuhan keperawatan bermutu.
    Menyelenggarakan pendidikan kesehatan dan komunikasi terapetik bagi klien dan keluarga.
    Menyelenggarakan dukungan dasar psikologi sosial dan spiritual bagi klien dan keluarga selama terapi, jelang dan pasca kematian.
    Berkoordinasi dengan lembaga mitra dan unit pelayanan kesehatan dalam menyelenggarakan asuhan bagi klien dan keluarga.
Persyaratan:
    Berlatar pendidikan minimal D3 Keperawatan
    Diutamakan berpengalaman kerja keperawatan klinis minimal satu tahun. Jika kurang dari satu tahun dapat dipertimbangkan jika ada nilai tambah lain seperti pengalaman dalam layanan rawat rumah/anak/pengalaman di daerah terpencil.
    Memiliki Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin Praktik yang berlaku.
    Memiliki Kartu NIRA yang masih berlaku akan menjadi nilai tambah
    Memiliki Kepekaan Sosial.
    Terampil berkomunikasi dengan beragam pihak.
    Mampu mengoperasikan internet dan perangkat lunak dasar perkantoran.
    Kemampuan berbahasa Inggris menjadi nilai tambah.
    Mampu mengendarai motor dan/atau mobil serta memiliki SIM menjadi nilai tambah.
Silakan mengirimkan curriculum vitae ke noviati@rachel-house.org/lama, atau ke Yayasan Rumah Rachel, Graha Indramas Lt. 1, Jl. K. S. Tubun Raya Kav. 77, Slipi, Jakarta 11410.

kesimpulanya: keperawatan paliatif sudah diterapkan baik oleh perawat rumah sakit dengan pengetahuan yang baik  maupun oleh yayasan yang perduli dengan perawatan paliatif tetapi masih perlu pengembangan dan pengenalan juga pembiasaan penerapan pada seluruh tenaga kesehatan baik perawat maupun dokter.